Jumat, 06 Juli 2012

Negara Hukum

Pemikiran negara hukum sudah dimulai sejak jaman Plato dengan konsepnya “bahwa penyelenggaraan negara yang baik ialah yang didasarkan pada pengaturan (hukum) yang baik yang disebut dengan istilah nomoi”. Kemudian ide tentang negara hukum populer pada abad ke-17 sebagai akibat dari situasi politik di Eropa yang didominasi oleh absolutisme.[1]






Konsep negara hukum tersebut selanjutnya berkembang dalam 2 (dua) sistem hukum yaitu sistem Eropa Kontinental dengan istilah Rechsstaat dan sistem Anglo Saxon dengan istilah Rule of Law. Rule of Law berkembang di negara-negara Anglo Saxon, seperti Amerika Serikat.

Konsep negara hukum Eropa Kontinental Rechsstaat dipelopori oleh Immanuel Kant dan Frederich Julius Stahl. Menurut konsep Stahl konsep ini ditandai oleh 4 (empat) unsur pokok, yaitu: 1. Pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, 2. Negara didasarkan pada teori trias politica,  3. Pemerintahan diselenggarakan berdasarkan undang-undang (wetmatig bertuur), dan 4. Ada peradilan administrasi negara yang bertugas menangani kasus perbuatan melanggar hukum oleh pemerintah (onrechtmatige overheidsdaad).[2]

Sedangkan konsep negara hukum Anglo Saxon Rule of Law dipelopori oleh A.V. Dicey (Inggris). Menurut A.V. Dicey[3], konsep Rule of Law ini menekankan pada 3 (tiga) tolak ukur, yaitu: 1. Supremasi hukum (supremacy of law), 2. Persamaan dihadapan hukum (equality before the law), 3. Konstitusi yang didasarkan atas hak-hak perorangan (the constitution based on individual right).

Bagaimana dengan konsep Negara Hukum indonesia? Mengikuti pendapat Garry F. Bell dalam bukunya The New Indonesian Laws Relating to Regional Autonomy Good Intentions, Confusing Laws seperti dikutip Denny Indrayana sebagai, terminologi Negara Hukum (a nation of law) dalam konteks hukum Indonesia lebih mendekati konsep Hukum Kontinental (rechsstaat) dibandingkan konsep Rule of Law di negara-negara Anglo Saxon.[4] Berbeda dengan Bell, R.M. Ananda B. Kusuma melihat bahwa Republik Indonesia menganut asas Rechtsstaat Kontinental dan asas Rule of Law.[5]

Indonesia secara formil sudah sejak tahun 1945 (UUD 1956 pra amandemen) mendeklarasikan diri sebagai negara hukum terbukti dalam Penjelasan UUD 1945 pernah tegas dinyatakan, “Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum dan bukan negara yang berdasarkan kekuasaan belaka”. Konsep negara hukum Indonesia dipertegas UUD 1945 hasil amandemen dalam pasal 1 ayat (3) yang menetapkan: “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”.

Memperhatikan rumusan konsep negara hukum Indonesia Ismail Suny mencatat 4 (empat) syarat negara hukum secara formil yang menjadi kewajiban kita untuk melaksanakannya dalam Republik Indonesia, yaitu: 1. Hak Asasi Manusia, 2. Pembagian kekuasaan, 3. Pemerintahan berdasarkan undang-undang, dan 4. Peradilan administrasi.[6]
***


[1] Muhammad Tahir Azhary, Negara Hukum: Suatu Studi tentang Prinsip-prinsipnya dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), hlm. 66.
[2] Selanjutnya konsep Stahl ini dinamakan Negara Hukum Formil, karena lebih menekankan pada suatu pemerintahan yang berdasarkan undang-undang. Ibid., hlm. 66-67. Bandingkan dengan Scheltema, Ibid., hlm. 67. Bandingkan juga dengan pendapat Hans Kelsen dalam Denny Indrayana, “Negara Hukum Pasca Soeharto: Transisi Menuju Demokrasi vs Korupsi,” Jurnal Konstitusi, Mahkamah Konstitusi RI Vol. 1 No. 1, Juli 2004, hlm. 106.
[3] Ibid., hlm. 67. Bandingkan dengan pendapat Saunders dan Le Roy dalam Denny Indrayana, Ibid.
[4] Denny Indrayana, Ibid., hlm. 101.
[5] Pandangan ini dipertegas umpamanya, supremacy of law sebagaimana termaktub pada kunci pokok (I): 1) equality before the law, tercermin di UUD 1945 Pasal 27 ayat (1): dan 2) Constitution Based on Human Rights tercermin pada Sistem Konstitusional yang memuat HAM (Pasal 27 ayat 2); Bab XA, Pasal 30, Pasal 31 dan Pasal 34). RM Ananda B. Kusuma, Sistem Pemerintahan Indonesia, Jurnal Konstitusi, Mahkamah Konstitusi RI Vol. 1 No. 1, Juli  2004, hlm.146.
[6] Ismail Suny, “Kedudukan MPR, DPR dan DPD Pasca Amandemen UUD 1945,” Kertas Kerja, Seminar tentang Sistem Pemerintahan Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945 diselenggarakan oleh Badan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan HAM RI bekerjasama dengan FH Unair dan Kanwil Departemen Kehakiman dan HAM RI Propinsi Jawa Timur di Surabaya, tanggal 9-10 Juni 2004, hlm. 5-6.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar